Wednesday, November 8, 2017

TERANG BENDERANG MEMAHAMI SIM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB) (Bagian 1)

TERANG BENDERANG MEMAHAMI SIM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB)

(Bagian 1)

Sesudah program Uji Kompetensi Guru (UKG). Gegap gempita program peningkatan mutu guru melalui program guru pembelajar sempat mencuat di Tahun 2016, sejalan evaluasi akhir tahun, maka kementerian pendidikan dan kebudayaan melakukan sejumlah perubahan signifikan program ini. Dengan ruh yang sama namun ruang kebermanfaatan yang lebih luas, maka program peningkatan kompetensi guru di arahkan pada rel yang mengena lagi, SIM Guru Pembelajar di transformasi menjadi SIM PKB. Banyak yang tidak tahu, tujuannya sebenarnya memudahkan guru dalam mengetahui posisi dirinya, istilahnya memberikan porsi hak dan kewajiban yang seluas-luasnya pada guru dengan mengacu pada satu grand data dasar, Yakni Data Pokok Kependidikan dasar (DAPODIKDAS) dan Data Kepegawaian pada sistem BKN (SAPK).

Sebagai gambaran awal, jika ada anomali data, guru bisa cepat tahu. Guru bisa tahu NIK nya ternyata ada yang keliru atau tidak tepat antara data Kemdikbud dan BKN, ada juga kasus guru ternyata berstatus struktural pada BKN, bukan fungsional atau bukan guru. Ada juga salah nama, salah tanggal lahir dan NIP yang tidak cocok dengan tanggal lahir. Artinya PNS tersebut terindikasi melawan sistem dan konfigurasi yang sudah ditetapkan. (“Nah Lho, pusing kan....”)

Awalnya ini merepotkan, namun perlu difahami sekali lagi. Data adalah sebuah hal yang penting. Bagamana menentukan keputusan yang tepat kalau dasarnya sudah salah. (“Kalau sudah begini jadi ingat jasa operator sekolah ya... makanya jangan sepelekan operator sekolah .....”)

Pertengahan Tahun 2017, publik pendidikan kembali intens dengan aktivasi SIM PKB, sejauh ini ada banyak persepsi seputar PKB, Sebagian menyatakan ini penting, sebagian menyatakan cukup penting, sebagain mengatakan biasa-biasa saja dan ada juga yang menyatakan tidak penting. Tak ada yang salah, namun persepsi kita sebaiknya memiliki alasan dan argumen yang tepat. Karena bagaimanapun dunia pendidikan selalu mengedepankan asas yudisial dalam setiap pembenaran hukumnya.

Hal yang perlu difahami oleh Guru adalah kita hidup dalam Korps yang besar dan sudah ada. Filosofisnya kalau kita masuk dalam organisasi besar yang sudah ada, maka kita harus ikut aturan mainnya. Tidak bisa melawan aturan yang sudah digariskan, karena bisa di out dari organisasi tersebut kalau bikin sendiri. Lain halnya jika kita pertama yang bentuk, maka kitalah yang ikut bikin aturan-aturannya, ikut menetapkan. (“Kira-kira Bapak/Ibu guru bisa memprediksi akan membuat aturan sendiri atau ikut aturan... he he he ... bercanda”)

Kembali menegaskan tentang PKB, maka Bapak ibu guru wajib punya akun, wajib punya profil. Tujuannya sangat jelas. Sebagai sistem informasi manajemen personal guru.

PKB sesungguhnya merujuk pada banyak aturan, diantaranya Undang-undang Guru dan Dosen, Undang-Undang ASN, Permen PAN-RB Nomor 16 Taun 2009, Peraturan Bersama Mendiknas dan Ka BKN No 14 Tahun 2010 dan No 03/V/PB/2010, serta Permendikna no 35 Tahun 2010. Pokok-pokoknya adalah payung hukum kewajiban dan hak guru, kewajiban dan hak PNS serta tehnis-tekhnis terkait angka kredit guru sebagai tenaga fungsional. (“Lalu aturan-aturan tersebut apa kaitannya dengan SIM PKB?. Berpengaruhkan bagi kita guru di jazirah tenggara Sulawesi ini?.....”)

Semuanya berpengaruh dan saling terkait. Setidaknya kita perlu mengevaluasi sistem selama ini, apakah ideal bagi kita.

Setelah lulus kuliah kebanyakan guru langsung stop belajar, berfilosofis gelas sudah penuh terisi air, padahal tidak sadar, pengetahuan terus berkembang, keterampilan harus diasah terus.

Demikian pula, setelah lulus PNS, maka Guru cenderung semakin kurang inovatif, berpikir pragmatis, 3 atau 4 tahun, cukup waktu dan ada biaya mengurus kenaikan pangkat. Mencoba peruntungan dan hasilnya cukup bagus, naik pangkat. Namun tahukah Bapak Ibu, dibalik pentingnya (biaya*) untuk mengurus kenaikan pangkat, ternyata ada aturan yang setidaknya harus kita ketahui, minimal kita bersyarat atau mengetahui syarat tersebut. Sehingga tidak sambar kiri-sambar kanan. Okelah sistem regional kita cukup aman, tapi perlahan tapi pasti, maka sistem online akan berjalan real time. Kita tidak tahu besok atau 10 tahun lagi. Tapi penulis mengidentifikasi, pasti akan dilaksanakan. Itu keniscayaan yang terjadi. Ingat Bapak/Ibu Guru, Lembaga negara seperti BPK sudah mulai menyasar sistem kenaikan pangkat. Karena teridentifikasi merugikan keuangan negara, Kita main aman saja biar tidak was-was. Kalau ada anggapan masih saja aman naik pangkat walau tanpa syarat-syarat tertentu. Silahkan saja, tapi resikonya bukan di depan, tapi dibelakang. (“Bahasanya kita harus siap dengan perubahan bapak/ibu yang budiman . . . era nokia komunikater hampir usai.... kurangi main kucing-kucingan“)

Satu hal lagi, setelah bersertifikat pendidik dan menyandang guru profesional, maka kita lengah, tidak menajamkan diri lagi. Akhirnya banyak lembaga nasional, reguler dan dunia yang mengintip kinerja kita, pertama dari Hasil, ternyata kualitas lulusan belum memuaskan secara rata-rata. Tapi kalau secara sampel, cukup membanggakan. Kedua dari sistemnya, cukup ribet... mulai dari regulasi, stake holder dan kita sebagai pendidik. Dan kabar kelabunya, rerata kompetensi kita di diagnosis oleh beberapa lembaga nirlaba non profit dengan status kurang mumpuni. Ingat, bukan secara personal, tapi rerata. Artinya lebih banyak guru yang tidak menguasai profesional dan pedagogik dibanding yang menguasai. (“jangan kambing hitamkan regulasi dan stake holder ya Bapak/Ibu guru....”)

Di dorong kewajiban Undang-undang dan proporsi yang seimbang, maka tercetuslah UKG oleh kemdikbud. Hasil awalnya seperti yang sudah kita ketahui. Secara rerata nasional lulus. Namun standarnya adalah 5,5. Tapi kita mesti berpikir positif, itu buka vonis, tapi data awal. Kita harus buktikan jika diuji lagi.

Kembali ke SIM PKB, sebagai rintisan awal, SIM PKB yang bermula dari SIM GPO, Menampilkan profil kita secara sederhana. Nama, no UKG, Rapor dan Foto. Lalu mulai kompleks, info GTK, Pendaftaran Diklat, Komunitas, dan diprediksi semakin kompleks. Nah disinilah era baru kita harus dimulai.

Bapak/Ibu Guru yang Budiman, ada baiknya kita membuka satu contoh aturan fungsional, yakni Permendiknas No 35 Tahun 2010. Guru sebagai tenaga fungsional mendapat pengawasan kinerja dalam mengembangkan karirnya.

Ternyata PKB itu jauh lebih luas dari yang dibayangkan oleh kebanyakan di daerah kita. SIM PKB bukan sebuah akun yang ditengoknya 3 bulan sekali. (“Masa sih facebook ditengok tiap hari...... tapi akun PKB Hampir tidak pernah, nitip operator lagi kalau mau buka. Eh... pakai numpang gratis lagi.... “)

PKB itu mengisyaratkan guru untuk memiliki beberapa kegiatan seperti diklat fungsional, publikasi karya ilmiah dan karya inovasi. Jadi ternyata guru selain memiliki tugas utama mengajar/membimbing dan kegiatan seputar pendidikan, ternyata memiliki kewajiban lain. Kegiatan itulah yang terorganisis dalam bentuk PKB. Karena hal ini menjadi syarat-syarat berkelanjutan dalam peningkatan karir dan pemberian kesejahteraan bagi guru. (“kira-kira tunjangan profesi itu kesejahteraan atau bukan ya bapak/ibu guru yang budiman... he he he...”)

Nah dari SIM PKB itulah semua akan diporsikan untuk kemudahan guru. Sebagai gambaran, kemdikbud baru mengakomodir diklat fungsional. Sistemnya dibangun secara terstandar, berbasis kebutuhan. Mana yang teridentifikasi lemah, disanalah akan diberikan diklat secara modular. Jadi dasar sertifikat diklatnya kuat dan sangat bisa dipakai untuk kredit fungsional guru. Jadi jangan dulu emosi melihat rapor merah, berhentilah menyalahkan fasilitas. Itu kesempatan emas mendapatkan diklat yang berada di level nasional dan sangat diakui poinnya. Kalau kita mau renungkan, sangat sulit mencari diklat fungsional yang terstandar, sangat sulit karena tidak ada atau jarang yang menyelenggarakan. (“bayangkan posisi penulis, ingin ikut diklat, tapi belum bisa diklat karena rapor yang ingin diulang masih hitam, jadi terpaksa menunggu merah dulu... hik ... hik... hik....”).

Lalu bagaimana dengan Non PNS? Harap diingat, Non PNS kelak akan terakomodir dengan sistem Undang-undang ASN, dan saat terus membangun karirnya sebagai guru, maka non PNS juga mebutuhkan diklat, publikasi ilmiah dan karya inovatif untuk penyesuaian jabatan inpasingnya. Jangan kaget kalau nanti ada Non PNS yang tunjangan profesinya setara 4b karena penyesuaian inpasingnya lancar.

Khusus berbicara Diklat, Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah “bagaimana kalau komunitas kita belum dapat bantuan pemerintah? Jawabnya berhentilah selalu menunggu bantuan. Kita bisa sisihkan sekian puluh ribu tiap bulan dari sertifikasi untuk biaya diklat, kita bisa juga kok musyawarah merancang dana BOS untuk peningkatan mutu guru atau solusi lain. (“tapi kalau ada bantuan pemerintah, why not...)

Kedepannya PKB akan mengakomodir banyak hal, Karya ilmiah, inovasi dan koneksi terhadap SAPK BKN yang lebih akurat lagi. Penulis akan membahas aspek PKB yang lain.

(Bersambung . . . .)

Harapan penulis, bahan sederhana ini mampu memberi informasi tentang apa itu SIM PKB. Dan apa manfaatnya. Serta apa desain sekolah kita dalam meningkatkan kompetensi guru.

Tak ada gading yang tak retak, sengaja penulis memberikan gaya informal dalam tulisan ini disertai komentarkomentar santai agar tidak terkesan menggurui, penulis ingin berbagi, belajar dan belajar.

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan anda berkomentar tetapi dengan sopan ya.....!